[Review Film] Berada di Segala Sisi Lewat: Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (2020)

Senin, 06 Januari 2020


RATING: 8,5/10☆.

"Terus, kamu bahagianya kapan?" - Lika.

Mengawali 2020, di awal Januari ini kita disuguhkan oleh film keluarga dari Tanah Air yang diadaptasi dari sebuah buku karya Marchella FP dengan judul yang sama, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini. Menggandeng Angga Dwimas Sasongko yang telah memiliki pengalaman dalam film Keluarga Cemara di mana meraih kesuksesan dengan membawa pulang total 6 penghargaan dalam Piala Maya termasuk pada kategori Film Cerita Panjang/Film Bioskop Terpilih, penonton jelas menantikan keadaan keluarga seperti apa yang akan ia sajikan kali ini.



Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini mengajak penonton untuk melihat lebih dekat keluarga Narendra dengan tiga anak mereka, Angkasa (Rio Dewanto) Si Sulung, Aurora (Sheila Dara) Si Tengah, dan Awan (Rachel Amanda) Si Bungsu. Penonton disuguhkan bagaimana hubungan yang terjalin di keluarga ini baik antara para saudara maupun dengan orangtuanya (Donny Damara dan Susan Bachtiar, juga versi muda mereka, Oka Antara dan Niken Anjani).


Di tengah-tengah permasalahan yang melanda, hadir sosok Kale (Ardhito Pramono) yang membawa Awan menikmati sisi lain hidup yang selama ini tidak dapat ia rengkuh.



Berputar pada poros yang selalu sama, tiba pada satu titik di mana jenuh mulai melanda dan tidak bisa menahan dirinya lagi. Persiapkan diri kalian untuk kenal lebih dekat dengan keluarga Narendra, sebab mereka juga seperti keluarga kebanyakan, di mana setiap keluarga punya rahasia mereka masing-masing.

***


Nanti kita cerita tentang hari ini... besok, kita buat yang lebih baik lagi. Senang rasanya bisa membuka 2020 dengan satu tontonan bagus. Aku tidak sering menonton film keluarga, tapi  syukurnya saat mendapati film bergenre tersebut, sebut saja Sabtu Bersama Bapak, Kulari Ke Pantai, Susah Sinyal, Keluarga Cemara, lalu kini Nanti Kita Cerita Tentag Hari Ini, rasanya selalu terpuaskan.


Merupakan film yang diadaptasi dari buku, aku pribadi belum selesai membaca bukunya, hanya intip sedikit milik teman yang kebetulan punya dan sejak dulu sudah excited saat tahu buku ini akan difilmkan. Aku sendiri baru tahu mengenai Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini saat promosinya mulai berjalan, tepatnya saat seriesnya di Youtube tayang dan cukup ramai dibahas oleh banyak orang di sekitarku. Lalu aku bertekad untuk menanti filmnya tayang terlebih dahulu lalu baru menyaksikan seriesnya. Hitung-hitung bisa jadi obat rindu jika saja malah jatuh cinta pada keluarga Narendra setelah nonton filmnya, kan?

Angkasa yang masih 'terpenjara' dalam porsi perannya, Aurora yang entah sejak kapan sudah tidak lagi merasakan frekuensi yang sama, dan Awan yang tidak pernah punya kesempatan dalam memilih.

Worth to watch. Rasanya ada beberapa adegan yang pedihnya bisa kurasakan di real lifecan relate sekali. Aku anak pertama, perempuan, dan punya satu orang adik. Aku tahu beban yang ada pada Angkasa, tanggungjawab yang berat. Aku kasihan padanya... ingin merengkuhnya. Tapi di sisi lain, sosok kakak laki-laki yang aku inginkan betul selama ini, ada pada dirinya. Menjadi anak pertama sering kali memang membuat kita membayangkan, "apa jadinya jika aku memiliki seorang kakak?" atau "bagaimana rasanya menjadi seorang adik?" Hahaha anak pertama pasti mengerti kondisi seperti ini. Mungkin semuanya akan terasa lebih mudah jika begitu, kan? Pasti akan sangat nyaman jika punya Mas Angkasa dalam hidupku.

Aku kagum pada Aurora, Si Anak Tengah. Dari kecil dia merasa bukan prioritas, tapi memilih diam. Dia seakan berkomunikasi dan berekspresi hanya dengan tatapan mata dan raut wajah. Aurora ini tipe yang memendam, bahkan aku aku kagum dengan kontrol dirinya. Tapi sekalinya ngomong, DUARRR!! Semuanya tersadarkan. Runtuh sudah. Selain adegan kumpul bareng satu keluarga dan dia berani speak up, "Kalian udah......" Okay, aku tidak akan spoiler bagian itu karena aku rasa itu adalah adegan yang iconic sampai membuatku hampir meneteskan air mata, aku juga suka adegan di mana Aurora kecil membela Angkasa di rumah sakit. Proud of you, girl!


Ada lagi satu karakter yang membuatku jatuh cinta, Lika (Agla Artadia), yang selalu ada bersama Angkasa, menjadi payung yang meneduhkan, baik di saat suasana hangat karena mentari, atau mendung karena hujan. Dia selalu ada dan berusaha memberikan yang terbaik untuk Angkasa, bahkan keluarganya. Melihat adegan-adegan yang melibatkan Lika, aku teringat pernah mendengar perkataan (atau mungkin pepatah) yang kurang lebih berbunyi, "Jika kamu menikahi seseorang, kamu tidak hanya menikah dengan orang tersebut, tapi juga berarti menikahi keluarga besarnya", dan melihat bagaimana Lika bersikap di kondisi yang dihadapi Angkasa, aku rasa Lika juga tahu pepatah tersebut, dan memikirkannya matang-matang. Heart warming banget rasanya lihat Lika dan Angkasa ini.

Mari kita melangkah ke Si Bungsu, Awan. Kalau boleh jujur (dan iya boleh-boleh aja pasti), di awal aku berpikir, enak banget hidupnya ini anak, apa-apa kok rasanya lancar jaya, mana selalu jadi prioritas keluarga. Tapi ternyata (ya supaya adil toh) dia juga punya masalahnya sendiri.  Seperti yang kita ketahui, sesuatu yang berlebihan itu tidaklah bagus. Aku rasa karakter Awan ini begitu terpengaruh oleh didikan keluarganya, aku menekankan bagian di mana dia jadi pusat dunia seperti yang Aurora sebutkan di trailer filmnya. Dapat dilihat dari pendapat Bos-nya Awan, yaitu Chicco Jerikho (yang jujur aku lupa nama karakternya siapa), bahwa Awan beberapa kali terlibat perdebatan karena perbedaan pendapat dengan rekan kerjanya.

Pak Bos berpikir bahwa Awan kurang cocok berada dalam tugas yang melibatkan kelompok. Seakan-akan Awan hanyalah melihat dirinya saja dalam proses yang sedang dikerjakan. Mungkin karena dalam keluarganya, orangtuanya selalu membuat Awan mendapatkan apa yang ia mau dan memastikan Awan baik-baik saja, makanya saat berada di lingkungan luar dengan aturan-aturan baru, ia belum dapat menyesuaikan diri sepenuhnya.

Mengenai sosok orangtua di keluarga, rasanya aku tidak dapat berkomentar banyak. Tapi yang jelas, nilai-nilai yang dipegang teguh Narendra masihlah kita jumpai setiap hari, di mana sosok kakak ialah sebagai pelindung adik-adiknya, apalagi Angkasa adalah pria, di mana akan menjadi pilar bagi keluarganya nanti. Aku nggak bilang kalau hal ini salah, justru kita bisa relate dengan nilai-nilai tersebut. Tapi kembali lagi, bahwa setiap yang berlebihan itu tidaklah baik, apalagi dilaksanakan dengan tekanan. 

Setiap orang punya pedihnya masing-masing. Tapi selalu ada seseorang yang menyimpan lebih dari yang terlihat.

Aku mau bilang kalau cinematography-nya cakep! Ala-ala warm dan cool gitu. Untuk storyline, bagiku plotnya cukup tertebak, namun pengemasannya apik dan membuat emosional. Pesan-pesan di baliknya betul-betul disampaikan dengan baik di mana para tokoh memancarkan emosi dari dialog atau bahkan hanya tatapan mata yang tersirat, tapi berhasil ditangkap oleh penonton. Kepingan puzzlenya dirangkai sedikit demi sedikit, lalu tiba pada puncak penyelesaiannya, di mana emosi yang dipendam sudah tidak lagi bisa menyembunyikan dirinya. Suasana-suasana tiap adegan semakin berwarna dengan hadirnya beberapa OST.


Karena Ardhito juga ngisi OST, maka sekarang saatnya kita bahas karakternya di film ini, Kale. Kalau menggunakan bahasa kekinian, Kale ini masuk dalam golongan f*ck boy. Karakter Kale diperkenalkan dengan cara yang asik, pertemuan pertama memang harus berkesan, kan? Not biased ya, tapi aktingnya Ardhito cukup bagus, apalagi mengingat ini adalah film pertama dia.  Cara dia menyaluarkan emosi di scene krusial yang ada di teaser yaitu pada  "Sebenarnya kita nih apa sih?" itu terasa banget perubahan suasana dari mimik wajah yang disertai perubahan tone suaranya dia setelah hening yang tercipta.

Kayaknya Ardhito cocok meranin karakter-karakter kayak Kale Kale ini WAHAHAAA. Dasar gila kamu Kale. Gimana ya, mungkin ada orang yang nggak sepikiran kalau Kale ini bangs*t, sebab aku juga sempat melihat dari dua sisi, bahwa Kale juga ada benarnya sih. Tapi kalau aku pribadi dihadapkan dengan cowok tipe Kale ini, sudah, kamu kublack list dari hidupku setelah semua yang telah kamu lakukan! Enak aja bikin baper anak orang! Aku ketemu yang tipe ghosting aja rasanya udah yang ahaha mau ketawa miris saja. Rasanya pengin nanya kayak Awan juga, "Sebenarnya, kita nih apa sih?"


Apakah berniat nonton film ini untuk kedua kalinya? Jika ada yang mau mengajak sih, boleh aja. Sebab rasanya itu bukan sesuatu yang dapat dengan mudah ditolak (apalagi kalau dibayarin).

Aku akan menutup review ini dengan cara yang sama seperti yang aku tulis di Instagram dengan mengatakan bahwa: Kale, selamat, kamu sudah membuka 2020 dengan menjadikan dirimu sendiri sebagai salah satu cowok terbangsat di dekade ini.



Nggak tahu juga, tapi bisa aja remah-remah rengginang di kaleng Khong Guan.

1 komentar:

  1. Saya lupa berapa kali saya menangis pas nonton film ini. Saya cukup relate dengan karakter Angkasa karena saya anak laki-laki pertama. Ketika dia meledak, saya ikutan terbawa sedihnya. Pokoknya begitu menyentuh film ini.

    Kayaknya saya nggak bakal baca bukunya. Soalnya di buku kan tertulis kalimat-kalimat pendek saja. Dan penulis skenario film ini hebat banget bisa memilih kalimat dalam buku menjadi cerita yang menyentuh.

    BalasHapus

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS