[Review] One by Sarah Crossan

Sabtu, 25 Maret 2017


Judul : One
Penulis : Sarah Crossan
Penerbit : Spring
Terbit : Februari 2017
Tebal : 416 halaman
Harga : Rp87.000
ISBN : 978-602-60443-1-0

Blurb:

Dua saudari. Dua hati. Dua mimpi. Dua kehidupan. Satu tubuh. 
Grace dan Tippi adalah kembar siam, tubuh mereka menyatu dari pinggang ke bawah. Mereka mengalahkan takdir dengan terus hidup sampai berumur enam belas tahun. Mereka membagi segalanya satu sama lain, tidak bisa membayangkan untuk berpisah. Bagi mereka, berpisah adalah sebuah tragedi. 
Namun, sesuatu terjadi pada mereka. Sesuatu yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

“Lucu sekali kan mendengar apa yang orang lain cemaskan ketika hidup mereka berjalan dengan sangat mulus?” – Grace. 

Grace dan Tippi selama ini mendapatkan pendidikan di rumah mereka sendiri, menjadikan meja dapur sebagai lokasi eksperimen kimia, dan menggunakan halaman rumah untuk kegiatan olahraga. Itu semua karena mereka berbeda, dan pergi ke sekolah formal mungkin termasuk dalam hal terakhir yang dapat mereka pikirkan. Namun, karena kondisi keuangan yang sudah tidak memungkinkan lagi, mereka mau tidak mau harus menerima dilemparkan ke dunia luar yang bak kandang singa.

Mereka sudah terbiasa mendapatkan tatapan penuh arti hingga ketakutan dari banyak orang, juga, panggilan aneh yang ditujukan pada mereka, tapi selama ini mereka punya Dad, Mom, dan Dragon yang melindungi mereka saat sedang di luar agar tidak menjadi fokus orang-orang. Lalu bagaimana jadinya jika mereka dikirim ke sekolah? Siapa yang akan melindungi mereka? Jangankan melindungi, Grace bahkan tidak yakin bahwa mereka akan mendapatkan teman di sana nantinya.


“… aku mulai bertanya-tanya–apa kami  sudah menemukan dua orang teman?” – halaman 64.


Tapi, ternyata ini berjalan tak seburuk yang Grace kira, karena nyatanya, ia punya Yasmeen dengan rambut pink menyala yang punya teman bernama Jon dan akhirnya keduanya menjadi teman Grace dan Tippi. Hanya mereka berdua yang bersikap berbeda, mereka dapat menerima tanpa bertanya banyak hal mengenai kembar siam. Dan itu membuat Grace nyaman dengan mereka.



“Kadang-kadang aku berharap bisa melihat diriku dari matamu.” – halaman 211.


Grace akhirnya bisa merasakan bagaimana memiliki teman, tidak hanya itu saja, ia juga jatuh cinta pada lawan jenis-nya, sesuatu yang harusnya tidak ia rasakan. Dan Tiddi terlambat memperingatinya hal itu, karena nyatanya Grace sudah terjatuh begitu dalam.

Semuanya berjalan lancar hingga akhirnya mereka sampai pada satu titik, di mana Grace menyadari bahwa satu-satunya hal ia dan Tippi inginkan adalah, berharap bahwa mereka akan selalu bersama-sama dan tak akan pernah terpisah.

***


Hal yang paling menarik bagiku dari One ini adalah kisah kembar siam yang diangkat. Ini pertama kalinya aku membaca buku yang mengangkat tema ini, dan jujur, cukup terkejut rasanya saat mengetahui tokoh utama dari buku ini sendirilah yang adalah kembar siam tersebut.

Namun meskipun seperti itu, One hanya menyajikan sudut pandang orang pertama, yaitu Grace. Dengan penggunaan sudut padang tersebut diiringi oleh penyajiannya yang cukup bebas, lantas membuatku merasa sedang membaca buku harian milik Grace. Dia yang menceritakan hari-harinya, berpendapat mengenai suatu hal, hingga bagaimana ia memandang orang lain pada suatu kejadian. Kita juga mengenal Tippi dari apa yang Grace ceritakan, memang tidak ada sudut pandang Tippi, tapi kita dapat merasakan dengan yakin, betapa ia sangat menyangi Grace.

Jika dibandingkan dengan Grace, rasanya Tippi lebih berani dalam bertindak, sedangkan Grace lebih senang untuk memendam. Dan keduanya seakan dapat merasakan perasaan satu sama lain, berusaha untuk saling menguatkan, berharap agar dapat selalu bersama. Aku tersentuh di bagian-bagian tertentu di mana interaksi keduanya terasa sangat kuat, berusaha saling memahami, berusaha tidak saling menyakiti.


Buku ini menyentuh hatiku. Membaca buku ini membuatku sangat emosional. Membuatku meneteskan air mata meskipun hanya sedikit, ya, just a little, namun sangat amat sakit, seakan-akan akun tersayat saat itu juga dan tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Mencoba menempatkan diri padan posisi Grace dan Tippi yang rasanya aku tidak akan sekuat itu jika berada di posisi mereka. Sebab dunia ini kejam. Dan aku belajar banyak hal dari mereka. Bahwa yang kubutuhkan sebenarnya bukanlah apa yang kuinginkan saat ini, tapi apa yang membuatku tetap bertahan hidup selama ini.

1 komentar:

  1. Ini Jejakku, salam kenal http://www.reviewdansinopsis.com/ kalo sempat mampir ya

    BalasHapus

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS