RATING: 8,5/10☆.
"Terus, kamu bahagianya kapan?" - Lika.
Mengawali 2020, di awal Januari ini kita disuguhkan oleh film keluarga dari Tanah Air yang diadaptasi dari sebuah buku karya Marchella FP dengan judul yang sama, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini. Menggandeng Angga Dwimas Sasongko yang telah memiliki pengalaman dalam film Keluarga Cemara di mana meraih kesuksesan dengan membawa pulang total 6 penghargaan dalam Piala Maya termasuk pada kategori Film Cerita Panjang/Film Bioskop Terpilih, penonton jelas menantikan keadaan keluarga seperti apa yang akan ia sajikan kali ini.
Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini mengajak penonton untuk melihat lebih dekat keluarga Narendra dengan tiga anak mereka, Angkasa (Rio Dewanto) Si Sulung, Aurora (Sheila Dara) Si Tengah, dan Awan (Rachel Amanda) Si Bungsu. Penonton disuguhkan bagaimana hubungan yang terjalin di keluarga ini baik antara para saudara maupun dengan orangtuanya (Donny Damara dan Susan Bachtiar, juga versi muda mereka, Oka Antara dan Niken Anjani).
“Yang dicari, hilang. Yang dikejar, lari. Sampai kita lelah dan berserah. Saat itu semesta bekerja. Beberapa hadir dalam rupa sama. Beberapa lebih baik dari rencana.” – Awan.— #FilmNKCTHI DI BIOSKOP! (@film_nkcthi) 28 Desember 2019
Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini 2 Januari 2020 di bioskop.#SetiapKeluargaPunyaRahasia#FilmNKCTHI pic.twitter.com/7dyYVgz6e3
Di
tengah-tengah permasalahan yang melanda, hadir sosok Kale (Ardhito Pramono)
yang membawa Awan menikmati sisi lain hidup yang selama ini tidak dapat ia
rengkuh.
Berputar
pada poros yang selalu sama, tiba pada satu titik di mana jenuh mulai melanda
dan tidak bisa menahan dirinya lagi. Persiapkan diri kalian untuk kenal lebih
dekat dengan keluarga Narendra, sebab mereka juga seperti keluarga kebanyakan,
di mana setiap keluarga punya rahasia mereka masing-masing.
***
Nanti kita cerita tentang hari ini... besok, kita buat yang
lebih baik lagi. Senang rasanya bisa membuka 2020 dengan satu tontonan bagus. Aku
tidak sering menonton film keluarga, tapi syukurnya saat mendapati film
bergenre tersebut, sebut saja Sabtu Bersama Bapak, Kulari Ke Pantai, Susah
Sinyal, Keluarga Cemara, lalu kini Nanti Kita Cerita Tentag Hari Ini, rasanya
selalu terpuaskan.
Merupakan
film yang diadaptasi dari buku, aku pribadi belum selesai membaca bukunya,
hanya intip sedikit milik teman yang kebetulan punya dan sejak dulu sudah excited saat
tahu buku ini akan difilmkan. Aku sendiri baru tahu mengenai Nanti Kita Cerita
Tentang Hari Ini saat promosinya mulai berjalan, tepatnya saat seriesnya di
Youtube tayang dan cukup ramai dibahas oleh banyak orang di sekitarku. Lalu aku
bertekad untuk menanti filmnya tayang terlebih dahulu lalu baru menyaksikan
seriesnya. Hitung-hitung bisa jadi obat rindu jika saja malah jatuh cinta pada
keluarga Narendra setelah nonton filmnya, kan?
Angkasa yang masih 'terpenjara' dalam porsi perannya, Aurora
yang entah sejak kapan sudah tidak lagi merasakan frekuensi yang sama, dan Awan
yang tidak pernah punya kesempatan dalam memilih.
Worth to watch. Rasanya ada beberapa adegan yang pedihnya bisa
kurasakan di real life, can relate sekali. Aku
anak pertama, perempuan, dan punya satu orang adik. Aku tahu beban yang ada
pada Angkasa, tanggungjawab yang berat. Aku kasihan padanya... ingin
merengkuhnya. Tapi di sisi lain, sosok kakak laki-laki yang aku inginkan betul
selama ini, ada pada dirinya. Menjadi anak pertama sering kali memang membuat
kita membayangkan, "apa jadinya jika aku memiliki seorang kakak?"
atau "bagaimana rasanya menjadi seorang adik?" Hahaha anak pertama
pasti mengerti kondisi seperti ini. Mungkin semuanya akan terasa lebih mudah
jika begitu, kan? Pasti akan sangat nyaman jika punya Mas Angkasa dalam
hidupku.
Aku kagum
pada Aurora, Si Anak Tengah. Dari kecil dia
merasa bukan prioritas, tapi memilih diam. Dia seakan berkomunikasi dan
berekspresi hanya dengan tatapan mata dan raut wajah. Aurora ini tipe yang
memendam, bahkan aku aku kagum dengan kontrol dirinya. Tapi sekalinya
ngomong, DUARRR!! Semuanya tersadarkan. Runtuh sudah. Selain
adegan kumpul bareng satu keluarga dan dia berani speak up,
"Kalian udah......" Okay, aku tidak akan spoiler bagian itu karena
aku rasa itu adalah adegan yang iconic sampai membuatku
hampir meneteskan air mata, aku juga suka adegan di mana Aurora kecil
membela Angkasa di rumah sakit. Proud of you, girl!
Ada lagi
satu karakter yang membuatku jatuh cinta, Lika (Agla Artadia), yang selalu ada
bersama Angkasa, menjadi payung yang meneduhkan, baik di saat suasana
hangat karena mentari, atau mendung karena hujan. Dia selalu ada dan berusaha
memberikan yang terbaik untuk Angkasa, bahkan keluarganya. Melihat
adegan-adegan yang melibatkan Lika, aku teringat pernah mendengar perkataan
(atau mungkin pepatah) yang kurang lebih berbunyi, "Jika kamu menikahi
seseorang, kamu tidak hanya menikah dengan orang tersebut, tapi juga berarti
menikahi keluarga besarnya", dan melihat bagaimana Lika bersikap di
kondisi yang dihadapi Angkasa, aku rasa Lika juga tahu pepatah tersebut, dan
memikirkannya matang-matang. Heart warming banget rasanya
lihat Lika dan Angkasa ini.
Mari kita
melangkah ke Si Bungsu, Awan. Kalau boleh jujur (dan iya boleh-boleh aja
pasti), di awal aku berpikir, enak banget hidupnya ini anak, apa-apa kok
rasanya lancar jaya, mana selalu jadi prioritas keluarga. Tapi ternyata (ya supaya
adil toh) dia juga punya masalahnya sendiri. Seperti yang kita
ketahui, sesuatu yang berlebihan itu tidaklah bagus. Aku rasa karakter
Awan ini begitu terpengaruh oleh didikan keluarganya, aku menekankan bagian di
mana dia jadi pusat dunia seperti yang Aurora sebutkan di trailer filmnya. Dapat
dilihat dari pendapat Bos-nya Awan, yaitu Chicco Jerikho (yang jujur aku
lupa nama karakternya siapa), bahwa Awan beberapa kali terlibat perdebatan
karena perbedaan pendapat dengan rekan kerjanya.
Pak Bos
berpikir bahwa Awan kurang cocok berada dalam tugas yang melibatkan kelompok.
Seakan-akan Awan hanyalah melihat dirinya saja dalam proses yang sedang
dikerjakan. Mungkin karena dalam keluarganya, orangtuanya selalu membuat Awan
mendapatkan apa yang ia mau dan memastikan Awan baik-baik saja, makanya saat
berada di lingkungan luar dengan aturan-aturan baru, ia belum dapat
menyesuaikan diri sepenuhnya.
Mengenai
sosok orangtua di keluarga, rasanya aku tidak dapat berkomentar banyak. Tapi
yang jelas, nilai-nilai yang dipegang teguh Narendra masihlah kita jumpai
setiap hari, di mana sosok kakak ialah sebagai pelindung adik-adiknya, apalagi
Angkasa adalah pria, di mana akan menjadi pilar bagi keluarganya nanti. Aku
nggak bilang kalau hal ini salah, justru kita bisa relate dengan nilai-nilai
tersebut. Tapi kembali lagi, bahwa setiap yang berlebihan itu tidaklah baik,
apalagi dilaksanakan dengan tekanan.
Setiap orang punya pedihnya masing-masing. Tapi selalu ada seseorang yang menyimpan lebih dari yang terlihat.
Aku mau
bilang kalau cinematography-nya cakep! Ala-ala warm dan cool gitu. Untuk storyline, bagiku plotnya cukup tertebak, namun
pengemasannya apik dan membuat emosional. Pesan-pesan di baliknya betul-betul
disampaikan dengan baik di mana para tokoh memancarkan emosi dari dialog atau
bahkan hanya tatapan mata yang tersirat, tapi berhasil ditangkap oleh penonton.
Kepingan puzzlenya dirangkai sedikit demi sedikit, lalu tiba pada puncak
penyelesaiannya, di mana emosi yang dipendam sudah tidak lagi bisa
menyembunyikan dirinya. Suasana-suasana tiap adegan semakin berwarna dengan
hadirnya beberapa OST.
Karena
Ardhito juga ngisi OST, maka sekarang saatnya kita bahas karakternya di film
ini, Kale. Kalau menggunakan bahasa kekinian, Kale ini masuk dalam
golongan f*ck boy. Karakter Kale diperkenalkan dengan cara yang
asik, pertemuan pertama memang harus berkesan, kan? Not biased ya,
tapi aktingnya Ardhito cukup bagus, apalagi mengingat ini adalah film pertama
dia. Cara dia menyaluarkan emosi di scene krusial yang
ada di teaser yaitu pada "Sebenarnya kita nih apa sih?" itu
terasa banget perubahan suasana dari mimik wajah yang disertai perubahan tone
suaranya dia setelah hening yang tercipta.
Kayaknya
Ardhito cocok meranin karakter-karakter kayak Kale Kale ini WAHAHAAA. Dasar
gila kamu Kale. Gimana ya, mungkin ada orang yang nggak sepikiran kalau Kale
ini bangs*t, sebab aku juga sempat melihat dari dua sisi, bahwa Kale juga ada
benarnya sih. Tapi kalau aku pribadi dihadapkan dengan cowok tipe Kale ini,
sudah, kamu kublack list dari hidupku setelah semua yang telah kamu
lakukan! Enak aja bikin baper anak orang! Aku ketemu yang tipe ghosting aja
rasanya udah yang ahaha mau ketawa miris saja. Rasanya pengin nanya kayak Awan
juga, "Sebenarnya, kita nih apa sih?"
Apakah berniat nonton film ini untuk kedua kalinya? Jika ada
yang mau mengajak sih, boleh aja. Sebab rasanya itu bukan sesuatu yang dapat
dengan mudah ditolak (apalagi kalau dibayarin).
Aku akan menutup review ini dengan cara yang sama seperti yang aku
tulis di Instagram dengan mengatakan bahwa: Kale, selamat, kamu sudah membuka
2020 dengan menjadikan dirimu sendiri sebagai salah satu cowok terbangsat di
dekade ini.
Sebenernya kita tuh apa? #FilmNKCTHI— Ardhito Pramono (@ardhitoprmn) 30 Desember 2019
Nggak tahu juga, tapi bisa aja remah-remah rengginang di kaleng Khong Guan.
Saya lupa berapa kali saya menangis pas nonton film ini. Saya cukup relate dengan karakter Angkasa karena saya anak laki-laki pertama. Ketika dia meledak, saya ikutan terbawa sedihnya. Pokoknya begitu menyentuh film ini.
BalasHapusKayaknya saya nggak bakal baca bukunya. Soalnya di buku kan tertulis kalimat-kalimat pendek saja. Dan penulis skenario film ini hebat banget bisa memilih kalimat dalam buku menjadi cerita yang menyentuh.