Judul : Love In City of Angels
Penulis : Irene Dyah
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : November 2016
Tebal : 216 halaman
Harga : Rp58.000
ISBN : 978-602-03-3491-2
Blurb:
“Memori Ajeng terlalu berharga untuk menyimpan data para pria. Dia sosok lajang mandiri yang anti jatuh cinta. Penasaran saya akan kisahnya!”- - Luckty G.S. Blogger buku & pustakawan sekolah
Ajeng
Gadis kota besar yang bisa sangat bitchy dalam banyak hal, terutama pernikahan. Baginya, cinta cuma mitos.
Yazan Khan
Malaikat. Master Yoda, si Poker Face. Ketenangannya menemani Ajeng membeli test pack, setenang saat ia menyelipkan bunga di tangan gadis itu. Pendek kata, mengerikan.
Earth
Pria yang beresiko membuatmu lupa segala, termasuk namamu sendiri.
Cheetah
Mamalia yang sebaiknya tidak disebut-sebut di depan Ajeng.
Ibu
Dicurigai sudah kehilangan akal sehatnya mau menerima lagi pecundang itu.
Masjid Jawa di Bangkok
Tempat kisah-kisah bermula.
Krung Thep alias City of Angels alias Bangkok
Source : here.
“Aku takut, suatu saat dia akan membuatku kehilangan control atas hatiku sendiri.” – Ajeng, halaman 86.
Ajeng, single happy yang sedang mendapatkan penugaskan di Bangkok, Thailand, belakangan ini dilanda gelisah akibat mendapatkan dirinya belum juga datang bulan. Seakan tak cukup dengan masalah tersebut, takdir sepertinya ingin bermain dengannya, bagaimana tidak? Di acara perusahaan, ia bertemu dengan pria (yang seingatnya) tidak dikenalnya, tapi mengaku-ngaku pernah tidur dengan Ajeng!
Perasaannya yang mulai kacau membuat Ajeng tidak sengaja menabrak seorang pria India, yang kemudian dikenalnya dengan nama Yazan, dari bagian Planning and Analysis -tentu saja Ajeng mendapatkan informasi ini dari Jubjub-. Yazan yang pendiam, ternyata lebih dikenal sebagai 'Master Yoda' dan 'Pemadam Kebakaran' oleh orang-orang kantor. Hingga kemudian keduanya melewati hari-hari yang dipenuhi tur ke Masjid-Masjid di Kota Bangkok, yang ternyata menjadi awal dari sesuatu yang baru.
Ini tentang Ajeng, yang dilanda trauma akan kejadian masa lalu yang berlandaskan cinta. Tentang dirinya, Si Gadis Metropolitan. Tentang Earth yang muncul tiba-tiba. Juga tentang Yazan, yang seakan-akan telah mengamati Ajeng selama ini.
Bangkok kemudian menjadi saksi bagaimana Ajeng menghadapi takdir yang telah digariskan kepadanya. Entah apakah Ajeng akan tetap bertahan pada pendiriannya, di mana Bangkok tak lebih dari The Sin City, atau apakah ia akan menyetujui bahwa kota ini betul-betul The City of Angels seperti yang dikatakan orang-orang selama ini.
Perasaannya yang mulai kacau membuat Ajeng tidak sengaja menabrak seorang pria India, yang kemudian dikenalnya dengan nama Yazan, dari bagian Planning and Analysis -tentu saja Ajeng mendapatkan informasi ini dari Jubjub-. Yazan yang pendiam, ternyata lebih dikenal sebagai 'Master Yoda' dan 'Pemadam Kebakaran' oleh orang-orang kantor. Hingga kemudian keduanya melewati hari-hari yang dipenuhi tur ke Masjid-Masjid di Kota Bangkok, yang ternyata menjadi awal dari sesuatu yang baru.
“I know every story does matter. But, we have to move forward. Jangan biarkan dirimu terpenjara masa lalu.” – halaman 148.
Bangkok kemudian menjadi saksi bagaimana Ajeng menghadapi takdir yang telah digariskan kepadanya. Entah apakah Ajeng akan tetap bertahan pada pendiriannya, di mana Bangkok tak lebih dari The Sin City, atau apakah ia akan menyetujui bahwa kota ini betul-betul The City of Angels seperti yang dikatakan orang-orang selama ini.
***
“You know, Aju. Kadang merasa peduli dan merasa sayang saja tidak cukup. Kita harus menunjukkannya, dengan kata-kata, dengan perbuatan.” – Love In City of Angels.
Satu lagi buku dalam Around The World with Love series yang kubaca. Saya membacanya di Februari bulan penuh cinta ini. Love In City of Angels termasuk buku batch 3 dalam seri ini, yang lepas dari kisah Haykal dan Nada di Love In Marrakech dan Love In Blue City, yang ditulis Irene Dyah dalam dua batch sebelumnya. Jadi, buku ini bisa dibaca lepas tanpa terlebih dahulu membaca dua buku tersebut.
Jika Nada dalam Love In Marrakech adalah seorang muslimah yang kuat, maka kita akan menemukan sosok yang berbeda pada diri Ajeng. Tokoh Ajeng dalam Love In City of Angels masuk dalam golongan wanita metropolitan pecinta belanja dan bisa dikatakan sudah berpengalaman dalam hal mengenai pria. Ajeng ini tergolong wanita berpendidikan yang ingin menunjukkan pada para pria bahwa mereka tidak seharusnya memandang rendah kaum hawa. Saya sendiri jika disuruh memilih, akan lebih suka Ajeng ini daripada Nada.
Meskipun menggunakan POV 1, Ajeng, karakter Yazan cukup dapat dikenali dengan baik. Dia yang memendam, dia yang meredam, dia yang sabar, dan dia yang tegas. Tipe-tipe pria yang bisa jadi pawang seorang Ajeng. Lol. Karena dia, saya jadi sampai harus cari tahu sebenarnya Yoda itu bentuknya gimana.
Yang menarik adalah diulasnya mengenai Masjid Jawa dengan rinci, yang kabarnya adalah Masjid tertua yang berdiri di The Sin City ini. Di bagian ini juga cukup seru, adegan di mana Ajeng jadi translator dadakan untuk Yazan yang tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan.
Saya suka bagaimana keluarga menjadi kunci di cerita ini. Ibu Ajeng (yang gaulnya minta ampun) yang berusaha membuat Ajeng mengerti semuanya, menghapus segala keyakinan Ajeng selama ini tentang 'dia'.
Sayangnya, rasanya akan lebih seru jika Earth, Si Bumi itu bisa mengambil peran lebih banyak di cerita ini
Twist di akhir cerita benar-benar... bagai bom! Sumpah, saya kaget banget. Sekali pun, nggak pernah kepikiran sampai sana, kehidupan ini ternyata memang keras, bung. Ada kalanya kita harus bertindak ekstrim agar orang-orang percaya dengan yang sebenarnya, bukan dengan perkiraan mereka yang melenceng dari kenyataan. Gila sih ya, tapi saya antara mau ketawa di situ. Pupus sudah gambaran saya. Hahaha.
Jika Nada dalam Love In Marrakech adalah seorang muslimah yang kuat, maka kita akan menemukan sosok yang berbeda pada diri Ajeng. Tokoh Ajeng dalam Love In City of Angels masuk dalam golongan wanita metropolitan pecinta belanja dan bisa dikatakan sudah berpengalaman dalam hal mengenai pria. Ajeng ini tergolong wanita berpendidikan yang ingin menunjukkan pada para pria bahwa mereka tidak seharusnya memandang rendah kaum hawa. Saya sendiri jika disuruh memilih, akan lebih suka Ajeng ini daripada Nada.
Meskipun menggunakan POV 1, Ajeng, karakter Yazan cukup dapat dikenali dengan baik. Dia yang memendam, dia yang meredam, dia yang sabar, dan dia yang tegas. Tipe-tipe pria yang bisa jadi pawang seorang Ajeng. Lol. Karena dia, saya jadi sampai harus cari tahu sebenarnya Yoda itu bentuknya gimana.
Yang menarik adalah diulasnya mengenai Masjid Jawa dengan rinci, yang kabarnya adalah Masjid tertua yang berdiri di The Sin City ini. Di bagian ini juga cukup seru, adegan di mana Ajeng jadi translator dadakan untuk Yazan yang tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan.
Saya suka bagaimana keluarga menjadi kunci di cerita ini. Ibu Ajeng (yang gaulnya minta ampun) yang berusaha membuat Ajeng mengerti semuanya, menghapus segala keyakinan Ajeng selama ini tentang 'dia'.
Sayangnya, rasanya akan lebih seru jika Earth, Si Bumi itu bisa mengambil peran lebih banyak di cerita ini
Twist di akhir cerita benar-benar... bagai bom! Sumpah, saya kaget banget. Sekali pun, nggak pernah kepikiran sampai sana, kehidupan ini ternyata memang keras, bung. Ada kalanya kita harus bertindak ekstrim agar orang-orang percaya dengan yang sebenarnya, bukan dengan perkiraan mereka yang melenceng dari kenyataan. Gila sih ya, tapi saya antara mau ketawa di situ. Pupus sudah gambaran saya. Hahaha.
Bagian twist yang BOOM itu yang pengen saya ketahui, apaan?
BalasHapusMampir lagi
BalasHapus