Judul : Malam-Malam Terang
Penulis : Tasniem Fauzia Rais & Ridho Rahmadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Desember 2015
Tebal : 246 Halaman
Harga : Rp65.000
ISBN : 978-602-032-454-8
Blurb:
Berawal dari kegagalan memperoleh nilai ujian akhir yang cukup untuk melanjutkan sekolah di SMA impiannya di Yogya, Tasniem, gadis yang saat itu baru 15 tahun, menantang dirinya untuk merantau ke luar negeri. Berbekal restu sang ibu yang rela menjual sepetak tanah, ia berangkat ke Singapura melanjutkan sekolah dengan teka memenangi apa yang “direbut” darinya.
Hidup di Singapura dan belajar di sekolah internasional mengantarkan Tasniem melihat dunia global. Di sisi lain, remaja
belasan tahun ini juga didera cobaan hidup merantau; rindu keluarga, kesepian, terasing, dan uang pas-pasan seringkali merayunya untuk menyerah dan pulang.
Beruntung, Tuhan kirimkan tiga teman serantau; Cecilia asal China, Aarin asli India, dan Angelina dari Indonesia. Empat sekawan ini sekalipun berbeda dalam keyakinan dan banyak hal lain, berhasil melewati suka-duka dan sukses membangun persahabatan. Petualangan mereka menjadi suguhan menarik sarat makna.
Mampukah Tasniem memenangi apa yang menjadi tekadnya? Mampukah ia menjadi bintang yang paling terang?
“Jadilah bintang yang paling terang kelak, jangan menyerah.” – halaman 9.
Semua hal yang terjadi setiap harinya, setiap jam, bahkan setiap detik adalah rencana Tuhan. Jika ada suatu hal yang tak bisa kau gapai, percayalah pada rencana lain yang lebih baik yang telah disiapkan oleh-Nya.
Tasniem Fauzia saat wali kelasnya membagikan NEM hasil EBTANAS miliknya. Bagaimana tidak? Hasil yang ia dapatkan tak cukup untuk membawanya melanjutkan pendidikan ke SMA 3. Pupus sudah harapannya selama ini, dirinya benci dengan kenyataan yang ada. Di mana keadilan? Perjuangannya di SMP kemudian ditentukan oleh beberapa hari yang menghasilkan angka desimal dimana tentunya tak sebanding dengan kerja kerasnya tiga tahun ini. Dan Tasniem merasa semuanya sia-sia. Mimpinya selama ini lenyap seketika.
“It’s a gift, falling from the sky even though you have never asked for it.” – halaman 48.
Namun ternyata Tuhan punya rencana lain, dan Tasniem mengambilnya dengan cukup berani. Bermodal sepetak tanah juga restu kedua orangtua, Tasniem akhirnya terbang ke Singapura demi melanjutkan pendidikan di sana. Dan Globe College of Singapore akan menjadi saksi perjuangan Tasniem selama tiga tahun ke depan, yang pastinya tidak akan dijalani begitu saja dengan mudah.
Tapi Tasniem akan berusaha menjalani semua itu. Ia akan belajar lebih mandiri, bertemu teman yang berbeda namun tetap saling toleransi, dan belajar semaksimal mungkin demi membanggakan orangtua dan dirinya sendiri.
“Hidup adalah kumpulan episode, rangkaian cerita tentang
perjalanan kita yang penuh suka dan cita.” - halaman 99.
***
***
“Sejak itu, aku berdoa siang dan malam pada Tuhan, memohon
sebuah kesempatan. Kesempatan ketika aku bisa membuat mereka tersenyum.
Tersenyum bangga padaku.” – Tasniem Fauzia.
Saya tertarik pada buku ini saat menemukan fakta bahwa yang akan diceritakan adalah perjalanan Tasniem setelah menerima NEM yang tidak memuaskan. Ini seperti "Wah, kebetulan sekali! Saya juga baru menerima NEM SMP." Dan saya juga seperti Tasniem, cukup kecewa dengan hal itu. Sebenarnya saya puas dengan tiga mata pelajaran lain, bahkan nggak percaya bisa dapat nilai segitu cakepnya! Tapi sayangnya saya jatuh di Matematika. Euh kok malah curhat. Tapi saya setuju dengan Tasniem, rasanya memang seperti langit akan runtuh saat itu juga. Saat mulai membaca, saya butuh motivasi, dan saya berharap buku ini bisa memberikan saya hal itu.
Perasaan Tasniem yang ditunjukkan di cerita ini bisa saya serap dan rasakan, sebagai siswi yang merasa gagal, sebagai anak yang merasa telah mengecewakan kedua orangtua, dan sebagai dirinya sendiri yang merasa bahwa ini semua tak adil.
Menceritakan perjuangan Tasniem di Singapura, berarti menceritakan hari-hari Tasniem di sana. Di sana ia bertemu dengan tiga teman seperjuangan. Pertama ada Angelina yang juga asal Indonesia dan keturunan Tionghoa. Kedua ada Aarin yang asal India namun dari kecil sudah tinggal di Inggris. Ketiga ada Cecilia yang berasal dari Shanghai. Berawal dari teman sekamar, akhirnya mengantarkan mereka ke hubungan persahabatan. Saya suka hubungan persahabatan mereka, betul-betul saling melengkapi dan saling membantu, namun tetap memberikan ruang masing-masing untuk beberapa hal.
Menceritakan perjuangan Tasniem di Singapura, berarti menceritakan hari-hari Tasniem di sana. Di sana ia bertemu dengan tiga teman seperjuangan. Pertama ada Angelina yang juga asal Indonesia dan keturunan Tionghoa. Kedua ada Aarin yang asal India namun dari kecil sudah tinggal di Inggris. Ketiga ada Cecilia yang berasal dari Shanghai. Berawal dari teman sekamar, akhirnya mengantarkan mereka ke hubungan persahabatan. Saya suka hubungan persahabatan mereka, betul-betul saling melengkapi dan saling membantu, namun tetap memberikan ruang masing-masing untuk beberapa hal.
Ah, saya pun tertarik dengan bagian Tasniem dan Edo, namun di buku ini belum terlalu banyak menampilkan kisah mereka. Sepertinya di buku selanjutnya ya? Yay or Nay? Saya sih maunya Yay ya~~ Eh, dengar-dengar buku ini akan hadir dalam bentuk film ya? Wah semoga prosesnya lancar.
Btw, sempat pula diadakan Instagram Book Tour Malam-Malam Terang di akun Fikriah_Azharii. Mungkin bisa sekalian mampir ke sana.
Jujur, saya betul-betul menikmati saat membaca Malam-Malam Terang ini. Apa ya? Gaya bahasanya membuat saya nyaman, alurnya mengalir, dan tetap ada pelajaran yang bisa saya ambil. Kembali ke tujuan awal, saya berhasil mendapatkan motivasi. Bahwa sebuah kegagalan bukanlah sebab untuk menyerah pada impian.
Btw, sempat pula diadakan Instagram Book Tour Malam-Malam Terang di akun Fikriah_Azharii. Mungkin bisa sekalian mampir ke sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar