Judul : The Architecture of Love
Penulis : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 304 halaman
Harga : Rp84.000
Terbit : Cetakan pertama, Mei 2016
ISBN : 978-602-03-2926-0
Blurb:
“People say that Paris is the city of lovem but for Raia, New York deserves the title more. It's not fall in love with the city like It's almost impossible not to fall in love in the city.”
New York mungkin berada di urutan teratas daftar kota yang paling banyak dijadikan setting cerita atau film. Di beberapa film Hollywood, mulai dari Nora Ephron's You've Got Mail hingga Martin Scorsese's Taxi Driver, New York bahkan bukan sekedar setting namun tampil sebagai "karakter" yang menghidupkan cerita.
Ke kota itulah Raia, seorang penulis, mengejar inspirasi setelah sekian lama tidak mampu menggoreskan satu kalimat pun.
Raia menjadikan setiap sudut New York "kantor"-nya. Berjalan kaki menyusuri Brooklyn sampai Queens, dia mencari sepenggal cerita di setiap jengkalnya, pada orang-orang yang berpapasan dengannya, dalam percakapan yang dia dengar, dalam tatapan yang sedetik dua detik bertaut dengan kedua matanya. Namun bahkan setelah melakukan itu setiap hari, ditemani daun-daun menguning berguguran hingga butiran salju yang memutihkan kota ini, layar laptop Raia masih saja kosong tanpa cerita.
Sampai akhirnya dia bertemu seseorang yang mengajarnya melihat kota ini dengan cerita berbeda. Orang yang juga melihat kota ini dengan cara berbeda. Orang yang juga menyimpan rahasia yang tak pernah dia duga.
“Because you're as lost as I am, Raia. And in a city this big, it hurts less when you're not lost alone.” - halaman 96
New York punya pesonanya sendiri. Mungkin itulah hal yang mengakibatkan lebih dari setengah warga New York adalah mereka yang tergolong sebagai pendatang. Konon, banyak orang yang ke New York menggantungkan harapannya di kota ini. Namun mungkin juga tak sedikit dari mereka yang menganggap New York sebagai 'pelarian'. Raia Risjad, sang Penulis best seller pun memilih New York untuk dikunjunginya. Apa yang membuat Raia ke New York? Apa murni karena mengejar inspirasi, atau karena ia butuh tempat sebagi pelarian agar bisa membuatnya lupa akan sang 'Muse' yang sudah memutuskan pergi dari dirinya?
Lalu saat Raia menemani Erin–sahabatnya–menghadiri pesta pergantian tahun di apartemen Aga, Raia pun tak sengaja bertemu seseorang berkaus kaki hijau yang sedang duduk menggambar dengan tenang di sudut ruangan gelap, objek yang digambarnya adalah gedung apartemen di sebelah. Orang yang kemudian ia ketahui sebagai abang dari Aga, yang pada malam itu berhasil mengusik rasa penasaran seorang Raia Risjad.
Siapa yang menyangka Raia kembali dipertemukan dengan orang itu? Central Park menjadi tempat yang mempertemukan mereka. Raia pun akhirnya tahu nama pria itu, River. The coolest name she has ever heard. And the coolest guy she has ever met. River Jusuf, yang ternyata adalah seorang arsitek, salah satu founder Panacea Architects. Pertemuan itu menjadi awal dari semuanya, kebiasaan mereka setiap harinya berkeliling New York, mengunjungi tempat-tempat di mana River bisa menggambar dan Raia (berharap) bisa mendapatkan ide untuk buku barunya.
Kemudian Raia menyadari, bahwa seorang River Jusuf telah sukses membuatnya belajar melihat New York dengan cara berbeda.
Lalu saat Raia menemani Erin–sahabatnya–menghadiri pesta pergantian tahun di apartemen Aga, Raia pun tak sengaja bertemu seseorang berkaus kaki hijau yang sedang duduk menggambar dengan tenang di sudut ruangan gelap, objek yang digambarnya adalah gedung apartemen di sebelah. Orang yang kemudian ia ketahui sebagai abang dari Aga, yang pada malam itu berhasil mengusik rasa penasaran seorang Raia Risjad.
Siapa yang menyangka Raia kembali dipertemukan dengan orang itu? Central Park menjadi tempat yang mempertemukan mereka. Raia pun akhirnya tahu nama pria itu, River. The coolest name she has ever heard. And the coolest guy she has ever met. River Jusuf, yang ternyata adalah seorang arsitek, salah satu founder Panacea Architects. Pertemuan itu menjadi awal dari semuanya, kebiasaan mereka setiap harinya berkeliling New York, mengunjungi tempat-tempat di mana River bisa menggambar dan Raia (berharap) bisa mendapatkan ide untuk buku barunya.
Kemudian Raia menyadari, bahwa seorang River Jusuf telah sukses membuatnya belajar melihat New York dengan cara berbeda.
“And what the hell is this I am feeling right now?” -
halaman 144
***
“Cinta memang terlalu penting untuk diserahkan pada takdir, tapi segigih apa pun kita memperjuangkan, tidak ada yang bisa melawan takdir” - halaman 270
“Cinta memang terlalu penting untuk diserahkan pada takdir, tapi segigih apa pun kita memperjuangkan, tidak ada yang bisa melawan takdir” - halaman 270
Yang mengikuti Poll Story The Architecture of Love di Twitter, berarti kalian sudah membaca hampir setengah dari buku ini.
Raia ini sebelumnya pernah hadir dalam cerpen Muse karya Ika Natassa dalam Kumpulan 45 Cerpen Cerita Cinta Indonesia yang ditulis oleh 45 penulis. Saya sendiri juga belum baca cerpen Muse ini.
Saat pertama kali mengetahui nama lengkap dari Raia, yaitu Raia Risjad, nama belakang Risjad langsung mengingatkan saya pada Harris Risjad dan Aldebaran Risjad yang tak lain adalah tokoh utama pada Antologi Rasa dan Critical Eleven. Jadi, siapakah Raia ini? Ternyata, Raia adalah sepupu dari Harris dan Ale. Ah, saya sangat senang karena bisa bertemu Harris dan Ale di buku ini! Percayalah pada saya, kalian akan senang bertemu Ale dan Harris di sini! Saya nggak berhenti senyum-senyum saat mereka muncul!
Satu hal yang saya sukai saat membaca buku dengan latar Negara luar, yaitu saya diajak berkeliling ke lokasi-lokasi yang bahkan sebelumnya tak saya ketahui. Asyik, kan? Dengan membaca saja kita bisa keliling dunia. The Architecture of Love memiliki River si Bapak Sungai sebagai Guide Tour yang setia menjelaskan dengan cukup detail dan mengajak kita mengunjungi gedung-gedung dengan arsitektur yang menarik baginya.
Ini pertama kalinya saya membaca buku yang tokohnya adalah seorang penulis. Sebagai seorang pembaca, rasanya jadi cukup dekat dengan Raia, gimana setiap harinya saya selalu memikirkan kapan penulis favorit saya mengeluarkan buku lagi, kenapa buku barunya belum terbit-terbit, apakah penulis itu baca mention/komentar yang saya tinggalkan di media sosial mereka, dan berbagai pertanyaan lainnya. Dan dari Raia saya tahu, seberapa besar perasaan penulis saat mereka melahirkan sebuah buku, seberapa besar perjuangan di baliknya, dan bahwa penulis selalu berusaha membalas cinta dari pembacanya dengan berusaha mengeluarkan buku baru secepat yang mereka bisa.
Lalu bagaimana dengan River? Sosoknya yang misterius dan irit berbicara, bahkan terkesan dingin ini ternyata menyimpan sebuah perasaan bersalah atas kejadian di masa lalu. Ada sesuatu yang menggemaskan menurutku dalam diri River, dia suka popcorn bioskop, tapi tak suka nonton film. River suka popcorn caramel!
Bagian River dan Raia memang cukup sederhana, cukup santai, nggak manis-manis yang berlebihan banget kok. Tapi tetap membuat tersenyum, sayanya juga golongan orang yang mudah baper sih, apalagi jika sudah dihadapkan dengan tokoh-tokoh pria novel Ika Natassa.
Diceritakan dominan dengan sudut pandang orang ketiga, The Architecture of Love menjadi tantangan baru untuk Ika Natassa yang biasanya 'memerankan' para tokohnya dengan sudut pandang orang pertama. Terdapat juga sisipan sudut pandang River dan Raia.
Ada satu bagian, di mana saya tanpa sadar meneteskan air mata, yaitu saat River memutuskan untuk pulang dan bertemu ibunya. Itu bagian kesukaan saya. Juga saat Raia berkomunikasi dengan ibunya melalui telepon saat ia sudah di Indonesia. Tergambarkan dengan jelas bagaimana seorang ibu yang sangat merindukan anaknya, dan yang satunya lagi sangat mengerti akan kondisi anaknya. Saat kau pergi menjauh, yakinilah ada orang-orang yang selalu merindukan sosokmu. Entah itu merindukanmu untuk pulang, atau merindukan sosokmu yang dulu.
Kisah ini ditutup dengan gaya khas Ika Natassa, dan saya nggak berhenti tersenyum saat tiba di halaman terakhir itu.
Secara keseluruhan, saya menyukai The Architecture of Love, sederhana namun cukup menggetarkan hati, bagaimana kedua tokoh utama berusaha bergerak dari kenangan masa lalu yang sempat membuat mereka terpuruk dan berbagai proses yang telah mereka lalui. Karena masa lalu memang tak bisa dihapuskan, masa lalu punya tempatnya sendiri, yang ada adalah kita harus menjalani masa sekarang dan mempersiapkan diri untuk masa depan.
“Disayangi itu menyenangkan, Riv.” -halaman 175
4 Sayap untuk Bapak Sungai dan Ibu Kebun Raya~!
keren yah blognya ^^
BalasHapusdapat tema di mana? atau buat tema sendiri?
BalasHapusSaya blm pernah baca bukunya Mbak Ika, jadi saya tidak tahu buku ini memiliki rasa apa. Namun beberapa kali pernah membaca reviewnya dan beberapa yang mengeluhkan penggunaan bahasa inggris yg terlalu banyak. Apakah di novel terbarunya ini juga demikian?
BalasHapusYa, ada beberapa orang yang mengeluhkan ketidaknyamanan mereka saat membaca karya Ika Natassa karena penggunaan bahasa Indonesia yang tercampur dengan Bahasa Inggris. Tapi tetap dominan Bahasa Indonesia kok. Kalau saya sendiri, masih nyaman dengan hal tersebut. Mungkin kamu bisa mencoba salah satu buku Ika Natassa terlebih dahulu? Satu saja dulu, mungkin Antologi Rasa atau Critical Eleven. Kalau nyaman, bisa lanjut membaca buku kak Ika yang lain :)
HapusIkutan poll story-nya di twitter, jadi makin penasaran dengan bapak river. Selama ini cuma baca riview, dan setelah ikut poll story, aku jadi tau cara pembawaan ka Ika Natasa dalam bercerita yang memang enak. Kalo dibandingin buku sebelumnya yg udah Fikriah baca, buku TCoL ini bagaimana perbandingannya?
BalasHapusJika dibandingkan dengan buku sebelumnya, yaitu Critical Eleven, maka TAoL ini lebih ringan. TAoL ini tetap menarik, memang ringan, cukup sederhana, tapi ceritanya mengalir dan cukup dalam.
HapusAku penasaran cakepan Ale ato River sih? Hihi😪
BalasHapusUntuk saat ini rasanya masih tetap nggak ada yang bisa menyaingi Bapak Aldebaran Risjad xD
Hapussaya ga tau ada buku ini... mau mau mau... menarik bgt kayanya... *setelah nangis sesenggukan baca critical eleven*
BalasHapusaakk, mauu. mau baca. penasaran sekeren apa River ini. udah baca critical eleven malah pengin baca buku Ika yang lain. :D
BalasHapusbahasanya kayak yang di novel dia sbelumnya gak atau bahasa baku? reply please
BalasHapusMaaf Kak mau tanya, Menurut kakak tahapan klimaks novel TAoL itu yang mana?
BalasHapus